Senin, 09 November 2009

MALANESIA

Pengantar

Melanesia adalah sebuah suku, sebuah ras, sebuah satuan manusia dengan budaya dan ras yang khas, berbeda dengan penjajahnya, manusia keturunan proto-Malay, yang secara ras dan suku diperkirakan berawal dari wilayah sekitar Burma. Kalau kita menelusuri kembali sejarah penjajahan dan pemusnahan bangsa ini, kisahnya sungguh menyentuh hati nurani mereka yang masih tersisah, yang masih berada dalam "peti mayat", menunggu hari dan tanggal upacara penguburan.

Bangsa Melanesia, kalau mau dibandingkan dengan teman terdekat mereka secara ras dan budaya, bangsa Negritos di Afrika, maka mereka adalah suku-bangsa yang paling tersiksa dan yang paling lemah. Tidak sama dengan teman terdekat mereka di Afrika, mereka hidup dalam kelompok-kelompok yang sangat kecil. Mereka hidup dalam suku-suku yang terpisah satu sama lain. Mereka pihak yang paling lemah melawan ancaman dan penjajahan bangsa luar, utamanya proto-Mayay. Kalau Afrika secara sistematis dimusnahakan oleh bangsa-suku putih atau disebut dunia Barat, maka Melanesia menjadi makanan empuk bangsa-suku proto-Malay. Sangat jelas bangsa kulit putih dan proto-Malay bersama-sama memiliki pola hidup yangtidak manusiawi dan berambisi memusnahkan penduduk pribumi, khususnya yang berkulit hitam dan berambut keriting. Nafsu menjajah dan merampok tanah dan harta milik orang lain telah meracuni hati dan benak mereka. Apapun yang mereka buat, mereka justifikasi dengan berbagai teori dan studi. Saat penduduk pribumi mau membuka mulut berteriak minta penghargaan sebagai sebuah suku-bangsa, mereka selalu dicap sebagai teroris dan separatis, lalu kebanyakan diburu dan dikejar habis-habisan, sampai mereka harus menjadi tamu di tanah sendiri. Kebanyakan mereka menjadi "penjahat yang harus diburu" di negeri sendiri. Mereka harus menderita di hutan dan di gua, seolah-olah merekalah yang bersalah. Padalah mereka hanya manusia, suatu bangsa yang berteriak, "Hargai saya, saya manusia, punya jati diri dan harga diri, yang punya tanah dan kekayaan ini!" Apakah ini kalimat-kalimat seorang racist dan facist? Tidak, ini realitas.

Kalau suku-bangsa Afrika memiliki kebanyakan dataran Afrika, temanya yang disebut Melanesia memiliki hampir seluruh dataran Asia dan Pasifik. Tanahnya itu terbentang dari Thailand, Filipina, Malaysia, New Guinea, Australia, Timor, dan kepulauan Micronesia. Mereka adalah penduduk pribumi, tuan tanah seluas wilayah ini. Mereka berhak penuh atas wilayah ini. Tetapi sial, mereka adalah bangsa yang paling disiksa dan yang paling ditindas oleh para proto-Malays dan bangsa kulit putih.Marilah kita melihat, mengapa suku-bangsa ini sebenarnya sudah ada di "peti mayat." Barangkali ini membangkitkan emosi, tetapi sekali lagi, "Ini kenyataan!"

Pertama: Perbudakan Kasar

Isu yang paling menyakitkan adalah apa yang dikenal "jual beli manusia" atau 'slavery' (perbudakan). Dalam catatan sejarah manusia, perbudakan dilaporkan hanya terjadi di Afrika. Kenyataan bercerita lain, peremehan martabat manusia menjadi setengah manusia ini tidak mengabaikan suku bangsa Melanesia. Bangsa kulit putih itu juga datang menjajah dan merampas baik proto-Malay dan Melanesia.
Beberapa dokumen yang sempat dikumpul membuktikan, banyak suku bangsa Melanesia di Filipina, Papua New Guinea, Merauke, Fiji dan sekitarnya yang dibawa dengan paksa. Para budak itu, kalau dibanding dengan mereka yang dari Afrika, tidak perlu dibeli. Mereka dapat diambil di hutan rimba wilayah Melanesia. Banyak dari mereka disangka dibunuh musuh oleh keluarga mereka. Kalau mereka temukan wanita dan anak-anak, mereka dibunuh, yang dibawa adalah pemuda lelaki yang dapat bekerja dengan kuat. Melanesia adalah budak termurah, diambil tanpa satu senpun, dan dapat dipergunakan seoptimal mungkin untuk keuntungan sebesar-besarnya.Hasil perburuan manusia di wilayah Melanesia telah sangat menguntungkan penjajah kulit putih di Australia, Selandia Baru, dan Belanda. Ekonomi negara-negara Eropa pada waktu itu menjadi sangat maju. Akhirnya lahirnya revolusi industri dan pertanian, yang berakhir dengan melupakan isu perbudakan.

Berakhirnya tindakan perbudakan dikleim oleh kaum gereja sebagai kemenangan kampanye moral mereka, tetapi bukan demikian. Yang terjadi adalah tenaga-tenaga budak tidak diperlukan lagi oleh para pembeli dan pengguna budak. Mesin telah meggantikan mereka. Apa yang mereka cari, yaitu "uang" dari hasil perbudakan. "Uang" yang mereka cari itu, kalau dibandingkan antara hasil dari perbudakan dan hasil dari mesin, maka mereka melihat, hasil dari mesin lebih melimpah daripada hasil perbudakan. Dari sinilah, perbudakan manusia diabaikan. Hukum ekonomi berlaku di sini, "Dari modal dan pembiayaan yang sedikit-dikitnya mendatangkan untung yang sebesar-besarnya" dan hasil perbudakan justru menghabiskan banyak dana. Jelas, alasan pemusnahan perbudakan adalah ekonomis, bukan moral.

Kedua: Perbudakan Ala Manusia Paska Modern Lebih Jahat

Perbudakan ala paska modern lebih berbahaya. Alasan pertama karena mereka yang diperbudak tidak akan pernah sadar akan perbudakan atas harkat dan martabat mereka. Kedua, karena yang memperbudak sendiri tidak akan mengakui bahwa tindakan mereka adalah memperbudak. Ketiga, karena dua alasan ini, hampir sulit untuk memusnahkan perbudakan ala paska modern ini.

Mereka yang diperbudak justru akan merasa diangkat, yaitu diangkat dari ketertinggalan dan keterbelakangan kepada kehidupan yang "lebih baik." Saya masih ingat. Saya pernah disuruh cuci piring, cuci pakaian, bersihkan halaman, dan lain sebagainya. Saya diperintahkan seolah-olah seperti mesin, tanpa memperhatikan kebutuhan pribadi saya. Saya diberi makan di luar dapur. Saya melihat diri saya berarti bagi mereka, tetapi saya diperlakukan sederajat dengan mesin cuci, mesin babat, mesin cangkul dan sebagainya. Saya tidak pernah akui bahwa saya diperbudak.
Malahan saya sangat berterima kasih kepada mereka. Ada banyak pemuda Melanesia di Papua Barat yang dibawa ke Jayapura dari pedalaman serta ada yang dibawa ke Jawa dan Bali. Yang dibawa merasa sedang diperlakukan baik, padahal yang membawa tidak. Ini sebuah dilema moral untuk menjustifikasi, karena barangkali berbeda orang menilainya secara berbeda. Demikian pula, mereka yang memperbudakpun akan merasa marah kalau tulisan ini mucnul ke mata mereka. Mereka akan mengatakan, "Kami menolong anda keluar dari kampung dan keterbelakangan dan kami telah sekolahkan anda untuk menjadi 'manusia', yaitu berguna bagi orang banya."

Tanpa sadar, kedua belah pihak juga adalah budak dari sebuah sistem, sistem yang berorientasi pada "uang." Kedua pihak adalah budak dari mereka yang tinggal dengan dasi, berjalan dengan mobil, dan berbicara dengan mobile phone. Mereka tidak dikenal oleh para budaknya. Ini yang paling sulit. Kalau budak mau memerdekakan diri, mereka tidka tahu merdeka dari tuan siapa, karena tuan itu bukan "seseorang", tetapi "sesuatu", yaitu "uang." Kalau kita bertanya kepada siapapun di dunia ini, "Dapatkan anda hidup tanpa uang?", maka barangkali 99,99 persen akan bilang, "Kami akan mati tanpa uang." Padahal, kalau kita lihat sejarah "uang", itu hanya dimulai sejak sekitar 10 ribu tahun yang lalu dan umur bumi dan kehidupan tanpa uang adalah jutaan tahun. Uang hanya dimulai untuk menolong para pedagang budak.

Tanpa sadar atau tidak, kita semua adalah budak. Kita semua budak dari "sesuatu" yang saya dapat rujuk sebagai "seseorang." Perbudakan manusia secara langsung dialihkan menjadi perbudakan manusia dengan mata uang. Perbudakan purba terlihat dengan mempekerjakan orang di lapangan, di kebun dan di rumah dengan upah makan dan minum. Perbudakan paska modern ditandai dengan mempekerjakan orang di dalam bangunan (kantor, industri, dll), yang walaupun terlihat tidak sama tetapi teori dasarnya jelas merupakan perbudakan. Ingat, berikut ini riwayat perbudakan seorang budak yang disebut 'guru.' Setiap pagi budak harus bangun, siapkan pelajaran, masuk kelas, berdiri di debu kapur, bicara sampai leher kering, siapkan soal ujian, memberi ujian, mengisi formulir gaji, usulkan kenaikan gaji, menyokong atasan, dan lain sebagainya. Kalau tidak, apa yang terjadi? Gaji dipotong, pangkat tidak naik dan bahkan dipecat. Inilah nasib seorang budak, namanya "guru."

Ingatlah, perbudakan tidak pernah berakhir, yang terjadi adalah perubahan bentuk atau wujudnya. Lihat, tilik, tanya kepada dirimu, "Apakah saya juga budak, budak di jaman paska modern ini?"

Ketiga: Penjarahan Milik bangsa Melanesia

Sementara orangnya diperbudak, hasil bumi dan sumbedaya alam suku-bangsa Melanesia dirampas dan dijarah habis-habisan. Contoh di Papua Barat sudah cukup jelas untuk membuktikan ini. Tanah bagi para transmigran dicaplok pemerintah tanpa kompensasi, dan bagi yang melawan diperlakukan tidak manusiawi. Pohon-pohon ditebang tanpa restu masyarakat pribumi. Di Jayapura kita lihat PT Hanurata, PT You Liem Sari, PT Wapoga Timber Group dan lain-lain. Bukan perusahaan saja, para pendatangpun menyerbu hutan-hutan Papua. Dipimpin oleh pendatang bersuku Makasar, di hutan-hutan berbunyi mesin-mesin chain-saw. Mereka membayar dengan rokok, supermi dan beras saja.

Contoh lain adalah penjarahan oleh PT Freeport MacMoRan, yang berbasis di New Orleans, Amerika Serikat. Teman-teman di Afrika dan Papua New Guinea bermasalah dengan rekan penambang raksasa namanya Rio Tinto Zink, perusahaan Anglo-Australia. Peta penambangan semesta menunjukkan bahwa kandungan emas di Papua Barat adalah yang terbesar di dunia di abad ini. Dan ini akan dibawa keluar dengan paksa oleh para perampok. Sejarah perlawanan rekan-rekan kita di Bougenville, PNG dan di Filipina memberikan pelajaran pahit. Mereka diburu habis-habisan. Mereka dibilang teroris dan geirlya liar. Barangkali Kelly Kwalik adalah salah satu dari mereka. Orang tuanya, saudara kandungnya, semua telah hilang di tangan peluru dan senjata buatan barat, yang dibawa pasukan Republik Indonesia.

Teman-teman di Bougenville menyangka pemerintah PNG sebagai musuh mereka, kita di Papua Barat menyangka Indonesia sebagai musuh kita, mereka di Filipina menganggap pemerintah mereka sebagai musuh. Ini semua salah. Ini yang disebut salah kaprah oleh kita orang Melanesia. Untuk Papua Barat, baik Indonesia dan Papua adalah budak-budak di zaman paska modern, yang diperkosa, diadu-domba dan dirampas habis-habisan oleh para penjajah dan pedagang budak. Hal ini tidak hanya terjadi di Papua Barat. Pengalaman teman-teman di Malaysia adalah dengan proyek kelapa sawit dalam skala sangat besar. Tanah mereka dirampas untuk penanaman. Ini nama suku teman-teman anda di Malaysia: Yahai, Batek, Mendrik, Kensio, Kintak, Lano, Semnam. Mereka telah dipojokkan dan hampir dimusnahkan.

Teman-teman kita di Filipina juga kita perlu kenal adalah Aetas, Agta, Mamanua, Ati, Alta, Ata, yang oleh penjajah dipanggil Dumaga, Baluba, yaitu sama dengan kita Papua Barat disebut Irian Jaya. Hutan, yang merupakah rumah mereka telah dihabisi dengan penebangan secara besar-besaran. Mereka dilarang berkeliaran di hutan. Mereka hanya diizinkan membangun rumah di pesisir kali dan laut. Mereka tidak diperkenankan berburu sekalipun. Lembaga-lembaga konservasi telah menguntungkan pemerintah dengan melarang penduduk asli, tetapi tidak sanggup mengusir para pengusaha dengan kantong tebal dan tangan besi.

Keempat: Social-engineering programmes

Istilah social-engineering programme barangkali kita pinjam dari para sosiolog atau antropolog. Kata orang, manusia bisa dicetak semau kita, sama dengan kita cetak pakaian, sepatu, atau bangun rumah dengan warna, ukuran, dan model semau kita. Katanya, manusia, kalau semuanya dijadikan rambut lurus atau proto-Malay dan barat, maka perlu dilakukan sebuah program untuk pencetakan manusia seperti itu. Program social engineering yang terbesar dan terjahat dalam sejarah peradaban manusia dan dalam sejarah engineering manusia adalah apa yang kita kenal, 'transmigrasi'. Program itu terjadi di tanah suku-bangsa Melanesia, lokasi geografinya Papua Barat. Transmigrasi artinya mendrop orang dari suku lain ke suku dan wilayah yang baru, dan lama kelamaan membiarkan mereka membaur dengan masyarakat pribumi dan menguasai mereka. Proyek yang didanai Bank Dunia ini adalah suatu "nightmare" bagi masyarakat Melanesia di Papua Barat, tetapi dikleim Indonesia sebagai "pemerataan penduduk dan pemerataan pembangunan." (Kita dapat berargumen tentang dua sisi pembangunan, tetapi lain waktu.)

Selain tanah dirampas, hak untuk hidup sebagai orang pribumi juga diutak-atik. Orang Papua dipaksakan menanam padi, dan melupakan umbi-umbian. Makanan sagu yang lebih bermutu daripada beras dibiarkan terlantar, dan malahan ditebang habis-habisan. Dengan kata lain, akar semua orang Papua sedang cabut keluar dari tanah Papua Barat. Danorang Papua justru terbuai untuk makan nasi. Kata mereka, "Saya masih rasa lapar kalau tidak makan nasi. Sagu saja tidak cukup." Yah, aneh, tapi nyata.

Jangan pikirkan diri sendiri, kita perlu kenal teman-teman kita, bangsa Melanesia di Thailand, yaitu orang Mani, Yahai, dan Konsiao. Mereka diburu habis-habisan. Mereka ditembak dan dijajah. Anak-anak mereka diwajibkan ke sekolah, dan diindoktrinasi dalam budaya modern. Mereka sama sekali menjadi minoritas di tanah sendiri. Hampir bangsa-bangsa di dunia ini tidak pernah menyangka bahwa penduduk asli Thailand sama dengan Malaysia dan Filipina, yaitu suku-bangsa Melanesia. Mereka telah di-engineered, tetapi masih tersisah puluhan ribu orang. Mereka perlu kita untuk bekerjasama dalam menghadapi musuh yang mau memusnahkan kita.

Jangan pernah menyangka orang Melanesia hanya ada di Pasifik. Tuan tanah negeri dengan penduduk terbesar kedua di dunia, India adalah bangsa Melanesia suku Andamanis, Onge, Sendinel, Kurumba, dan Chenchu. Sekali lagi, mereka telah menjadi orang minoritas di tanah sendiri. Mereka tidak memilik kuasa sedikitpun dalam menjalankan pemerintahan di India. Mereka diperlakukan sama dengan binatang.

Social engineering programme sebenarnya dimulai oleh bangsa kulit putih. Kita dapat melihat apa yang telah terjadi di Afrika secara transparan. Apa yang sedang terjadi di PNG juga jelas.Uni Sovyet secara besar-besaran telah mengkampanyekan program ini, tetapi rupanya ia gagal. Bangsa kulit putih telah berhasil mendiami Benua Afrika, Benua Amerika, Benua Australia.
Mereka berasal dari satu benua, Benua Eropa, tetapi telah menguasai benua lainnya secara merata. Mereka mengkleim Afrika sebagai negara mereka. Mereka mengkleim Australia sebagai negara mereka. Mereka mengkleim Selandia Baru sebagai negara mereka. Mereka menjadi negara raksasa di tanah orang hitam di benua Amerika.

Social engineering programme yang dibuat oleh Inggris begitu sukses di Fiji. Sekitar 60% penduduk Fiji adalah suku-bangsa proto-Malay dari India. Perancis tidak mau kalah dengan program ini. Di Kanaki, New Caledonia, 55% penduduknya adalah bangsa kulit putih, berbahasa Perancis.

Kalau kita masih bisa mengikuti berbagai jenis protes di negeri barat dengan istilah GM atau GMO atau GM Food, maka inilah tindak lanjut dari social-engineering yang telah berhasil dilakukan. Walaupun satunya terhadap manusia dan yang satunya terhadap tumbuhan dan binatang, keduanya berkhas serupa. Mengapa GMO mendapat kritik pedas dari masyarakat modern khususnya di negeri barat? Tentu karena mereka tidak mau makan makanan yang telah diolah secara kimia, dan yang telah dicampur secara biologis.

Kata Akhir
Barangkali semua suku-bangsa pribumi di seluruh dunia akan bertanya, "Kokh, aneh ya. Protes terhadap social engineering sama sekali tidak ada, sedangkan protest atas engineering tumbuhan dan hewan menjadi liputan berbagai media dan menjadi bahan debat politik?" Satu hal yang pasti adalah bahwa program social engineering justru diprakarsai oleh mereka, dan itu sangat menguntungkan mereka. Tentu mereka tidak bisa sebodoh itu melawan kepentingan mereka sendiri. Sedangkan GM food justru merugikan mereka, bukan masyarakat pribumi karena GM crops belum secara meluas diuji-coba di daerah kita. Lihat saja, setelah GM food ditolak di dunia barat, para pengusaha akan melirik ke wilayah masyarakat pribumi, dan suara kita minta tolong sekaligus akan diabaikan, seperti mereka mengabaikan seruan untuk menghentikan program social engineering.

Sebagai suku-bangsa yang di peti mayat, yang sedang menunggu penguburan, tak ada harapan untuk berbuat apa-apa. Mayat tak mungkin bekerja. Tapi jangan hilang harapan. Ingat, orang Melanesia, anda pemilik tanah dan negeri di seluruh Asia dan Pasifik. Anda tuan tanah. Anda pemilik semuanya. Tetapi sayang, Anda begitu lemah. Anda diburu dan dibantai habis-habisan. Dan saat ini Anda sudah ada di peti mayat. Yang dapat merubah nasib Anda adalah sebuah "mujizat."Mujizat itu harus datang dari suku-bangsa Melanesia sendiri.

Masyarakat suku-bangsa Melanesia harus bersatu-padu, bergandeng tangan, seia-sekata dan seirama dalam menegakkan hak dan harga diri yang sudah lama diinjak-injak dan diperkosa.Barangkali tepat, kalau saya mau tutup tulisan ini dengan mengundang kita semua berpikir ke depan untuk menjalin kerjasama, mengusir penjajahan dalam berbagai bentuk.

Profil : KOMUNITAS ANAK JALANAN PAPUA (KAJP)


1.Latar belakang

Sistem kehidupan di Papua sangat memprihatinkan terutama dengan keberadaan anak-anak jalanan, bukan berarti mengamen akan tetapi memiliki kharateristik anak jalanan yang bebeda. Dunia semakin modern dengan adanya perkembangan IPTEK yang menjurus ke segala bidang kehidupan manusia. Semakin banyak pula anak-anak yang disebut sebagai tulang punggung bangsa pewaris kehidupan menjadi terancam dengan modernisasi tersebut. Modernisasi membawa perubahab hidup manusia yang sangat signifikan baik itu perubahan yang dianggap positif maupun negatife.

Dengan adanya modernisasi sesuai perkembangan IPTEK maka munculnya marginalisasi antara masyarakat miskin yang sangat tidak mampu. Fenomena ini mendatangkan banyak anak jadi pahlawan dalam memperjuangkan hidupnya sendiri. Hidup mereka sangat buruk dua kali lipat dari kehidupan orang miskin. Papua adalah salah satu wilayah yang sangat terkenal dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Bumi ini menjadi peringkat pertama angka marginalisasi penduduk asli. Pendidikan, kesehatan dan pembangunan tidak terwujud dengan baik, mengakibatkan generasi muda hilang satu demi satu yang seolah-olah ditelan oleh modernisasi. Perjuangan tidak akan berakhir dengan sebuah goresan air mata sekedar melepas kerinduan sesaat akan tetapi perjuangan akan terwujud ketika diperjuangkan secara benar-benar dengan suara hati. Anak-anak jalanan adalah generasi penerus Papua yang harus mendapat perhatian serius dari siapa saja dalam membangun Papua yang BARU!

Munculnya anak-anak jalanan di Papua di lihat dari Kaum Miskin Kota/pengganguran komunitas kaum miskin/penggangguran yang tinggal diperkotaan begitu kompleksnya. Namun cenderung mengarah pada persoalan yang sama. Ketiadaan infrastruktur dan rendahnya tenaga produktif di Papua menjadi faktor utama tidak berjalannya industrialisasi di Papua. Selanjutnya, dalam konteks kontemporer/sekarang posisi ini turut diisi oleh ketidakmampuan kapitalisme dalam menyerap tenaga kerja akibat dari PHK karena kehancuran industri (de-industrialisasi). Situasi krisis melahirkan semakin banyak jumlah penggangguran, dan mempertajam masalah-masalah sosial yang tidak sanggup diatasi oleh kapitalisme -sampai dengan sekarang hanya Pegawai Negeri, dampak dari pemekaran yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan -. Keadaan tersebut memaksa mereka mencari jalan keluar sendiri untuk bertahan hidup, yang tergantung kepada seberapa sanggup mereka dapat mencapainya. Konflik-konflik yang dihadapi oleh Kaum Miskin Kota adalah konflik yang khas lahir dari perkembangan ekonomi-sosial-politik perkotaan. Mulai dari masalah perumahan, lingkungan dan sanitasi, lapangan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan murah, pelacuran, pencurian-perampokan dan sejenisnya, Ditarik pada konteks gerakannya, massa kaum miskin kota yang berlawanan sampai dengan sekarang belum terorganisir (terorganisasikan). Hal yang menjadi catatan penting adalah bahwa kaum miskin kota adalah kelompok sosial yang paling sering dan paling dekat dalam interaksi dengan segala perkembangan politik, sehingga level kesadarannya relatif lebih maju dibandingkan dengan sektor rakyat lainnya (selain mahasiswa dan anak jalanan).

2.Pembentukkan Komunitas Anak Jalanan Papua

Komunitas Anak Jalanan Papua dibentuk sebagai langkah taktis untuk mempersatukan elemen gerakan anak-anak jalanan yang ada di Papua Barat baik anak jalanan murni maupun elemen mahasiswa dalam mengusung isu-isu anak jalanan di Papua. Kemudian belajar dari pengalaman tawuran-tawuran yang sering terjadi, penghilangan anak-anak jalanan, penyiksaan dengan tuduhan yang tidak benar serta lain-lainnya maka pada tanggal 17 Oktober 2005, bertempat di jalan kesehatan Timika Indah, telah diadakan sebuah rapat yang dipimpin langsung oleh bapak Fidell Videlis zonggonau dapat menghasilkan beberapa rekomendasi, antara lain:
A.Perlindungan anak-anak jalanan dalam memperjuangkan kehidupan yang layak
B.Melakukan pembelaan dan menjaga termarginalisasinya anak-anak jalanan
C.Berusaha memberikan pendekata-pendekatan kepada pihak-pihak yang peduli kepada anak jalanan untuk mengadakan pendidikan yang merata bagi anak jalanan
D.Membangun genersai baru menuju Papua baru.

3.Program Kerja KAJP

a. Menyiapkan kader
b. Penguatan basis anak-anak jalanan di setiap kampung
c. Membentuk organ pendukung di basis rakyat

1. Program jangka pendek pembangunan stuktur Sektor-sektor yang di butuhkan anak jalanan
a.Anak-anak Jalanan yang dapat di bagi dalam beberapa Daerah yaitu
1. Provinsi Papua
2. Provinsi Papua Barat

2. Program Jangka Menengah
a. Membangun kesadaran hidup bersama, meletakan nilai–nilai budaya dan agama
b. Membuat landasan hidup anak jalanan Papua melalui :
- Diskusi
- Lokakarya
- Seminar

3. Program jangka Panjang
a. Target persatuan Nasional Anak jalanan Sebagai landasan perlindungan generasi.
b. Membangun Jaringan
- Aliansi dengan komunitas-komunitas anak jalanan lainnya
- Jaringan luar negeri
- Jaringan dalam negeri

4.Bentuk-bentuk Struktur kerjaBentuk-bentuk kerja yang di jalankan oleh komunitas anak jalanan papua adalah dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk yang berciri khas sebagai anak-anak jalanan yang terdiri dari semua wilayah yang telah terbentuk organisasinya yaitu kegiatan dalam bentuk:
-Anak Jalanan sebagai penjual koran di kota-kota
-Sebagai buruh parkir
-Mengadakan konser-konser musik yang disesuaikan
-Mengadakan latihan olahraga-olahraga
-Mempresentasekan drama-drama dalam iven-iven resmi maupun non resmi berupa puisi dll

5.ART dan ARD
ART dan ARD dapat dilihat pada halaman berikutnya yang telah di lampirkan

6.Penutup
Anak-anak jalanan adalah generasi pewaris generasi Papua. Mari kita bersama-sama membangun anak-anak jalanan yang berpacu pada kebenaran untuk membangun diri ke arah yang lebih baik.

Timika Indah, 01 Desember 2005


Ketua
Romario Miage Simon Yatipai

Sekjend
Bonifasius Zonggonau


Mengetahui
Penasehat KAJP
Fidell Vedelis Zonggonau S.sos

Rabu, 04 November 2009

Papua Barat: Hal Memalukan bagi Indonesia yang terus berlanjut


Apakah WPNA untuk Berdamai dengan NKRI seperti Kasus Acheh ataukah untuk Papua Merdeka?

By Damien Kingsbury, Associate Head (Research) of the School of International and Political Studies at Deakin University and author of "The Politics of Indonesia"

Memasuki tahun kesepuluh sejak kejatuhan Presiden otoriter Suharto, Indonesia telah mengalami kemajuan terhadap konsolidasi sistem demokrasi, menghargai aturan hukum dan mengatasi kepatihan berdasarkan perbedaan etnik.

Telah dicatat bahwa setelah beberapa kali diawali dengan berbagai kesalahan, pemilihan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantu mengkonsolidasikan proses reformasi. Walaupun demikian kemajuannya, Indonesia masih memiliki catatan khusus bagi demokrasi dan HAM, yaitu di Papua Barat.

Memang ada harapan setelah 2001 dimaksudkan sebagai bahwa proses desentralisasi politik dan ekonomi Indonesia akan memberikan tingkat otonomi yang sepatutnya.

Dalam kertas paket "otonomi khusus" diberikan kepada Papua Barat, dan provinsi bermasalah lainya Aceh, dilihat untuk mengatasi banyak masalah yang mengusik.

Walau begitu sebagaimana telah dinyatakan berbagai pengamat, status "otonomi khusus'bagi Papua Barat secara metodik diremehkan sampai ia mendekati tak berarti sama sekali.

Khususnya membagi provinsi itu menjadi tiga provinsi, yang kemudian diratifikasi oleh Pengadilan Konstitus menjadi dua, merusak banyak sekali substansi dari paket otonominya. Sebuah proposal untuk bahkan membentuk provinsi baru menghapus paket "otonomi khusus" yang sebenarnya.

Sementara itu, sejak terjadi penarikan [asukan dari Aceh pascaperdamaian dinegosiasikan, Papua Barat telah menyaksikan pendropan pasukan dan paramiliter polisi yang begitu berarti. Kondisi HAM, walaupun tidak ada pada tingkat terburuk, akibatnya semakin memburuk.

Masalah Papua Barat yang mendasari masalah dengan Jakarta adalah cara wilayah ini dimasukkan ke dalam negara Indonesia tahun 1968. Dalam kasus ini, setidaknya seribu orang yang dipungut dari pemimpin kampung-kampng dipaksa untuk menerima integrasi paksa ke dalam Indonesia tahun 1963. Proses ini disangsikan oleh PBB, tetapi didiskreditkan sejak itu.

Papua Barat tidak hanya dibangun oleh banyak pemimpin Indonesia sebagai pusat kegiatan untuk merampungkan proyek nasionalis mereka, tetapi kekayaan alamnya juga cukup membantu dasar perekonomian Indonesia.

Pada umumnya sebagai lembaga yang mendanai diri sendiri, militer Indonesia, TNI, juga memiliki kepentingan ekonomi utama di Papua Barat, dan untuk kedua alasan inilah dengan tegas menolak pemisahannya.

Walaupun ia sebagaai satu provinsi yang kaya raya, kebanyakan orang Papua adalah orang miskin, berpendidkan sangat renadh, dengan indikator kesehatan dan pembangunan lainnya.

Dan, sebagai orang Melanesia, orang Papua Barat diremehkan oleh orang Melayu Indonesia dengan sikap mulai dari kasihan sampai jijik. Banyak orang Indonesia, khususnya orang dalam militer, memandang orang Papua Barat sebagai setengah manusia, belum sepenuhnya manusia, yang berakibat berbagai pelanggaran HAM.

Menyusul perjanjian perdamaian Aceh yang telah memberikan kemakmuran dalam kedamaian dalam dua tahun belakangan ini, banyak pemimpin politik Papua Barat berharap penyelesaian yang serupa untuk Papua Barat.

Untuk mencapai tujuan ini, tahun lalu, berbagai kelompok politik dari provinisi ini, termasuk Free Papua Organisation (OPM), berkumpul bersama dalam payung West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

Kata "liberation" dalam WPNCL maksudnya membebaskan orang Papua Barat dari operasi, tidak harus berarti memisahkan diri dari Indonesia.

Akan tetapi, hingga saat ini President Yudhoyono sudah menolak berbicara dengan WPNCL, paling tidak lewat mediasi initernasional, barangkali merasa takut terjadi backlash dari politik Jakarta yang begitu terbai-bagi dan mementingkan diri sendiri.

Jadi menyusul sukses yang relativ sukses, proses yang sama barangkali dapat memberikan cara untuk penyesaian bagi isu separatis yang begitu lama sementara secara signifikan meningkatkan kehidupan dari orang yang telah lama diperlakukan sebagai orang kelas dua.

Dalam perspektiv internasional, penyelesaian seperti ini akan menghilangkan hambatan secara signifikan dalam hubungan Indonesia dengan pihak lain, khususnya dengan Australia dan AS.

Isu Papua Barat masih memiliki potensi merusak hubungan bilateral, khususnya dalam kasus Australia harus menerima kapal berisi banyak orang Papua yang datang melarikan diri ke Australia sebagai pencari suaka. Perjanjian Lombok tahu lalu tidak menghalangi kewajiban kemanusiaan internasional Australia untuk menerima pencari suaka yang memang takut dibunuh, dan dengan demikian isu orang Papua Barat terus muncul di bibir anggota Kongres AS.

Memang merupakan kepentingan Indonesia, dan teman-temannya, untuk melihat masalah Papua Barat untuk menghilang. Tetapi itu tidak dapat terjadi dengan cara menyembunyikannya di bawah karpert, seperti dalam kasus Timor Timur sampai referendum tahun 1999.

Malahan masalah Papua Barat akan hanya menghilang ketika pemerintah Indonesia memutuskan untuks secara serius menangani berbagai isu yang mengganggu wilayah ini.

Masyarakat internasional punya peran dalam memonitor peristiwa-peristiwa di Papua Barat, paling tidak dengan memberikan izin masuk ke sana tanpa larangan. Dan masyarakat internasional barangkali, sama seperti Aceh, punya peranan dalam memediasi dan mndampingi pelaksanaan perjanjian di masa depan.

Dalam hal ini, Indonesia dapat membangun atas dasar keberhasilannya di Aceh, yang menyebabkan pujian masyarakat internasional, bahkan dinominasikan sebagai penerima Nobel Perdamaian. Pertanyaan sesungguhnya adalah apakah Indonesia memang serius dengan reformasi, ataukah pencapaian demokratisasi akan dibiarkan terperosok ke dalam kekangan politik.

Menanti Kedamaian


Kebenaran itu pasti datang, meski engkau sembuyikan, suara keadilan itu pasti aku minta, meski engkau bungkam. Biarpun engkau membungkan kami dengan letupan bedil, Mengapa engkau murka, ketika aku menuntut hak turunan atas tanah papua, bukankah aku tidak pernah merampaskemerdekaanmu atas tanahmu ? Suaraku tidak bisa engkau bungkam…, meski moncong bedilmu menyesakkan mulutku…, meski rantai tankmu menggilas tubuh kurusku.

Siapapun takkan pernah mampu hentikan kebimbanganku, akan kebenaran sejarah tanah papua. Kenapa engkau bimbang, ketika lidah jiwaku bertanya…? Suaraku tidak bisa di penjara…, sebab disanalah bersemayam kemerdekaann. Apabila engkau memaksa kami untuk diam, maka aku akan memberimu pemberontakan.

…karena sejatinya suaraku bukan perampok, yang ingin menjarah hartamu. Ia hanya ingin bertanya, mengapa engkau mengokang senjata ketika suara-suara kami meminta keadilan bagi tanah papua.

Selasa, 03 November 2009

KASUS PENEMBAKAN PT.FREEPORT JANGAN KAMBINGHITAMKAN TPN-OPM


Kasus penembakan di kawasan PT Freeport adalah konspirasi untuk menjebloskan warga asli Papua yang ada di kota Timika terutam para pendulang yang tersebar sepanjang sungai Ajikwa dari portside sampai dengan mile 74 ridge camp ke dalam penjara.

Ada apa ini semua, apakah ini sebuah konspirasi besar untuk menjebloskan semakin banyak orang Papua ke penjara dengan tuduhan sebagai dalang penembakan di Freeport," kasus penembakan sampai sekarang masih terus berlangsung di areal pertambangan emas dan tembaga itu meskipun orang-orang yang diduga sebagai pelaku sudah ditangkap. Sejauh mana keterlibatan mereka yang di tangkap sampai sekarang masih simpang siur.
Petinggi TNI dan Polri yang selalu mengkambinghitamkan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dalam berbagai kasus di Papua, tanpa disertai bukti dan fakta hukum yang jelas.
Ternyata kasus penembakan yang terjadi di area PT.Freeport sangat sulit terungkap. Mengapa tidak bias ungkap masalah ini dengan baik, Di pihak lain densus 88 telah menangkap masyarakat Papua yang tidak tahu apa-apa dan di mana hasil pemeriksaan mereka? Mereka adalah rakyat biasa yang baru dating dari kampong mereka untuk berlibur ke Timika dan mereka juga tidak tahu bahasa Indonesia yang baik, Sehingga ini harus di perhatikan dengan baik.Semua kasus yang terjadi di Freeport selama ini selalu dikait-kaitkan dengan OPM. Sekarang sudah beredar sebuah Video klip yang secara sengaja di buat oleh para wartawan serta para TNI dan Polisi untuk mengalikan kasus ini ke Kelly Kwalik sebagai pimpinan TPN-OPM wilayah Timika.

Karena itu, Kami meminta Lembaga-lembaga seperti Lembaga Gereja, LPMAK, LEMASKO, LEMASA, YAHAMAK dan LSM-LSM yang ada di Papua untuk membentuk suatu TIM yang akan turun ambil bagian dalam penyelesaian kasus penembakan yang terjadi, agar supaya dunia mengetahui siapa yang menjadi dalang dalam kasus ini.